PEnAMBAHAn lajur kereta api dari dua menjadi empat (dwi-ganda), adalah proyek PT Kereta Api Indonesia (KAI). Akan tetapi, dalam urusan pembebasan lahan, ditangani pemerintah daerah setempat. Untuk kota Bekasi, Ketua Tim Panitia Pembebasan Tanah (P2T) proyek ini adalah Sekretaris Daerah. Tim ini diperkuat Badan Pertanahan Nasional (BPN), dan beberapa dinas terkait seperti Dinas Tata Kota dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).
Dalam proyek Double-double Track(DDT) ruas Manggarai-Cikarang sejauh 32 kilometer, yang berada di bawah tanggung jawab tim P2T Kota Bekasi adalah jalur Bekasi-Cikarang sepanjang 17 kilometer,
meliputi tiga kelurahan di Kecamatan Bekasi Timur: Bekasi Jaya, Duren Jaya, dan Aren Jaya. “Luas yang akan dibebaskan sekitar 25.926 meter persegi terdiri atas 207 bidang,” terang Ketua Tim P2T Kota Bekasi,. Lokasi yang terkena pembebasan untuk kali ini seluruhnya berada di sisi Utara rel kereta api. Ketiga kecamatan tersebut dimulai dari batas kali Bekasi ke arah Timur melewati Agus Salim. Proyek ini diproyeksikan akan menutup beberapa perlintasan kereta api yang ada di saat ini, diantaranya perlintasan dari arah Bekasi Junction ke arah Agus Salim, perlintasan Prof. M. Yamin Pasar Baru dan perlintasan Ampera di Timur Pasar baru. Lokasi lebih ke Timur hingga ujung proyeksi proyek hingga Cikarang, berada dalam tanggung jawab P2T Kabupaten Bekasi. Ketiga lokasi, menurut Rayendra,
digolongkan menjadi tiga kategori yaitu jalan lingkungan, perumahan dan persawahan. Kategori ini menentukan nilai ganti rugi tanah yang ditawarkan. Sementara itu, komponen bangunan dibagi menjadi dua kategori yaitu Permanen dan semi permanen. masing-masing kemudian diberi nilai penyusutan nilai bangunan sesuai usia bangunan.

Di Aren Jaya, misalnya, nilai pembebasan lahan yang disanggupi pemerintah adalah Rp 1.250.000
per meter, untuk kategori tanah darat Rp 4.500.000
dan sawah Rp. 1.100.000 per meter. Harga ini di luar
bangunan.
Rata-rata, untuk nilai tanah pihak P2T
menyanggupi nilai sebesar Rp. 1.600.000 per meter.
Sementara nilai bangunan rata-rata disanggupi
untuk dibayara sebesar 1.400.000 per meter persegi.
Sementara nilai yang diminta warga Rp 8 juta untuk
tanah dan Rp 4,5 juta untuk bangunan.
Penggolongan maupun penentuan harga tersebut
menurut Rayendra, ditetapkan bersama dengan
tim appraisal yang dibentuk Badan Pertanahan
Nasional (BPN) dan Kementerian Keuangan. “P2T
hanya bertindak mendata dan bernegosiasi berdasar
patokan harga tersebut,” ucapnya. Rayendra akan
melaporkan hasil negosiasi kepada PT KAI dalam
rentang waktu 30 hari.