
Boleh Jadi karena kesadaran akan upaya melestarikan asset budaya daerah yang dimiliki atau karena memang ada peluang usaha di ceruk ini. Jiung bersama beberapa rekannya yang aktif dalam wadah Gerakan Moral Bekasi mulai memperkenalkan kembali busana tradisonal Bekasi yang disebut baju pangsi.
“Saya mah ama temen-temen cumen kepengen mempertahankan tradisi aja,” kata Jiung dalam satu
kesempatan di sela-sela kesibukkannya mengikuti bazaar sambil menjual baju-baju pangsi beserta
assesoris pelengkapnya, seperti songko (peci), amben (ikat pinggang), kantong menyan, kalung jimat bahkan golok Bekasi.
Menurut Jiung, baju pangsi memiliki makna filosofi yang dalam. Bukan hanya dari desainnya yang
dibuat sederhana dan nyaman tapi juga warna yang dipilih memiliki arti tersendiri. Seperti warna merah
menunjukkan keberanian dan siap menghadapi tantangan, hitam sebagai simbol kesederhanaan,
maupun warna-warna lainnya. “Artinya meskipun tidak ada kasta atau tingkatan, orang bisa memilih warna-warna apa yang ingin dipakai atau disukainya,” jelas ahli bela diri silat yang piawai memainkan golok itu.
Harga untuk satu stel pangsi biasanya pada kisaran Rp 150 ribu hingga Rp 450 ribu tergantung
kualitas bahan dan warnanya. Tapi kalau membelinya dalam jumlah banyak, biasanya penjual seperti Jiung memberikan potongan harga kepada konsumennya. “Kami kaga semata-mata nyari untung tapi niat awalnya memang untuk ngenalin baju pangsi kepada orang lain,” jelas Jiung.

Dalam beberapa kesempatan, para pejabat daerah maupun tokoh masyarakat Bekasi, belakangan sudah tidak canggung lagi memakai busana tradisional ini. Meskipun secara tertulis belum ada aturan yang mengharuskan mereka memakai pakaian pangsi di hari-hari tertentu, tetapi dalam beberapa kesempatan, sudah ada pejabat setingkat Lurah yang mulai menerapkan upaya melestarikan kekayaan budaya daerah tadi. Seperti yang dicontohkan Sahwono Aji, Lurah Kebalen di Kabupaten Bekasi. Tanpa harus gembar-gembor, dia bersama jajarannya yang lelaki sehari dalam seminggu memakai baju pangsi, sedangkan pegawai wanitanya menggenakan kebaya encim.
“Kami hanya berupaya supaya masyarakat tahu dan mau memakai pakaian tradisional yang ada di Bekasi,” katanya.
Bahkan Dr. Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi dalam satu acara sempat mengungkapkan akan
mengharuskan para Pegawai Negeri Sipil di Kota Bekasi sehari dalam seminggu memakai pakaian tradisonal Bekasi ketika masuk kantor. Sayangnya wacana tersebut masih belum bisa diwujudkan, kalaupun ada relatif masih jarang, misalnya hanya disaat perayaan Ulang Tahun Kota Bekasi atau di event-event kedaerahan lainnya.
“Makanya saya bareng temen-temen kapan dan di manapun sebisa mungkin selalu makebaju pangsi.
Karena kalu kagadimula-mulaian kapan lagi bisa dikenalin ampemasyarakat pada enggoh dan mao makenya. Alhamdulillah sekarang udah banyak orang nyang pada nyari baju pangsi,” kata Jiung sambil membetulkan posisi songkonya yang rada mlengsong ke kiri.
OMANABDULROCHMAN