
ketua Persipasi sejak Mei 2014 lalu merasa panik
tak menentu di awal mengemban jabatannya.
“Gimana tidak panik, begitu saya masuk, ternyata
tujuh pemain sudah mengundurkan diri. Persipasi
hampir bubar, karena sudah tidak ada dana untuk
membayar tunggakan gaji pemain,” kata Engkus
dalam percakapan di lokasi empang, yang sekaligus
menjadi kantor operasional usahanya di Bekasi.
Keterpurukan yang dialami Persipasi juga
berimbas pada prestasi. Ketika Engkus turun gunung
membenahi klub ini, kompetisi sudah berjalan
setengah, alias tinggal tersisa tujuh pertandingan
dengan posisi Persipasi berada tak jauh-jauh dari
juru kunci.
Dua hari setelah dilantik, Persipasi langsung
menghadapi laga berikut. Di tengah semangatnya
menghadapi laga pertama sebagai ketua, ternyata
masalah itu yang harus dihadapi. Pemain tak
ada yang mau turun ke lapangan. “Bayar dulu
gaji kami, baru kami mau main,” kata Engkus
menirukan ucapan para pemain ketika disuruh
turun ke lapangan. Mereka menuntut tunggakan
gaji dibayarkan terlebih dahulu, baru mereka mau
bertanding, yang ketika itu melawan Pesik Kuningan.
Pada Mei 2014, ketika terjadi peralihan
kepengurusan Persipasi, gaji pemain sudah dua
tahun menunggak. Itu belum termasuk tagihan
hutang biaya operasional dan perjalanan Persipasi
menghadapi pertandingan tandang.
Kondisi ini membuat Persipasi harus
terdegradasi ke Divisi-1 pada akhir musim kompetisi.
Memulihkan kondisi keuangan dan memperoleh
prestasi tidaklah semudah membalikan telapak tangan. Engkus mulai memberikan motivasi
kepada para pemain agar memberikan penampilan
terbaiknya, walaupun mereka belum menerima hak
sepenuhnya. “Mental mereka sudah hancur, lima
pemain inti pindah ke Serang, satu ke Pontianak
dan satu pemain ke Persija karena berbagai
permasalahan Persipasi,” katanya.
Berbagai upaya pun dilakukan. Pendekatan-pendekatan dilakukan kepada beberapa pengusaha
di kota Bekasi untuk mau urun rembug membenahi
Persipasi yang sudah centang perentang. Sedikit
rupiah yang dihasilkan dari upaya ini bisa
digunakan membayar 10 persen tunggakan
gaji pemain, sehingga para pemain kembali
bersemangat untuk merumput.
Ke depan, menurut Engkus, bekerja sama
dengan Asosiasi PSSI Kota Bekasi, mereka akan
membenahi kompetisi antarklub se-kota Bekasi,
yang notabenenya adalah pemilik Persipasi.
Setidaknya ada 33 klub yang selama ini belum
memiliki turnamen yang dilakukan secara
permanen. Turnamen tersebut diharapkan bisa
menghidupkan kembali gairah sepak bola di Bekasi,
dan mencari bibit baru untuk membela Persipasi
dalam Liga Nusantara pada musim kompetisi tahun
ini.
Selain itu Engkus juga yakin bisa menjaring
berbagai potensi di Kota Bekasi untuk dijadikan
donator tetap. Ia juga menyebutkan setidaknya
dibutuhkan dana Rp 3,5 miliar setahun untuk
menghidupi Persipasi, yang 80 persennya adalah
untuk gaji pemain dan pelatih.
Engkus menambahkan, antusias masyarakat
Bekasi terhadap sepakbola sangatlah tinggi.
Mereka sangat merindukan sebuah tim dari kota
mereka bisa menorehkan prestasi di level apa pun.
Apalagi Persipasi mempunyai sejarah prestasi yang
manis, baik di tingkat lokal maupun nasional. Jika
semua rencana dan programnya berjalan lancar,
Engkus punya mimpi sederhana saja, Persipasi
berlaga di kompetisi tertinggi di Indonesia.
Tugas yang diemban ini, terkesan Engkus “cuci
piring kotor”. Kondisi tergambar setelah Fachri
Sinaga diminta bergabung oleh manajemen lama
yang sudah menjalani kompetisi musim 2012-2013
tuk menghadapi kompetisi berikutnya (2013-2014).
“Awal tugas saya adalah memperbaiki sistem
administrasi klub yang sudah kacau balau,” kata
Fachri Sinaga yang sebelumnya menjabat manajer
marketing PSSI. “Yang pertama saya harus memberi
pemahaman manajemen lama bagaimana
mengelola klub profesional secara baik dan benar,”
kata Fachri.
Fachri pun membuka komunikasi dan berdialog
dengan Walikota Bekasi dan sejumlah tokoh-tokoh sepak bola Bekasi. Tapi, lantaran pucuk
manajemen dinilai telah melampaui batas-batas wewenangnya, yang memunculkan reaksi
masyarakat Bekasi, maka tugas yang diberikan
kepada Fachri Sinaga tidak mulus. Bahkan, dirinya
ikut menjadi sasaran tembak.
Manajemen yang dipimpin seorang pengusaha
itu tak lantas membaik, malah semakin kacau.
Resistensi pun semakin menguat. Fachri setelah
menjadi penasehat klub, kemudian diangkat
manajer tim, sebelum menjadi CEO yang
hanya berusia tiga hari. “CEO sebelum saya
diberhentikan dewan direksi. Tapi situasi tidak
malah membaik,” kata Fachri.
Pada akhirnya, apa pun yang terjadi pada
Persipasi Bekasi, segala upaya sudah dilakukan.
Persipasi kini sudah berada di Divisi-1, divisi
amatir. Tapi, dengan pengelolaan yang profesional,
dan berada di tangan orang-orang yang benar
dan memahami sepak bola, Persipasi kelak
akan bangkit, sekaligus memenuhi kerinduan
masyarakat Bekasi yang ingin klub kesayangan ini
kembali sejajar dengan klub-klub elite nasional.
SUKWAN HANAFI